Tanggal 12 Nopember 2013 lalu seharusnya saya berada di Padang. Ada Konvensi Nasional ke-4 Asosiasi Ilmu Hubungan Internasional Indonesia (AIHII) di Universitas Andalas. Paper saya lolos untuk dipresentasikan, sehingga saya bisa ajukan grant ke kampus di Kyoto untuk biaya perjalanan ini. Syarat ajukan grant untuk hal seperti ini relatif sederhana: ada bukti bahwa kita akan presentasi, dan Sensei kita menyetujui pengajuan grant. Nah, keduanya sudah terpenuhi. Maka, saya bisa mempersiapkan perjalanan ini.
Jumlah grant adalah JPY 100.000 maksimum, mencakup transportasi, akomodasi, dan konsumsi selama konferensi. Ini adalah salah satu fasilitas yang diberikan untuk mahasiswa internasional di Doshisha University tempat saya belajar. Selain peluang menghadiri konferensi internasional sekali setahun, juga ada peluang untuk adakan field research selama 30-60 hari di negara lain, yang juga ditanggung dengan grant dari kampus.
Saya hitung-hitung, dengan menggunakan budget flight alias Low Cost Carrier (LCC) biaya ini cukup untuk perjalanan Osaka – Padang (PP) dan untuk biaya hotel di Padang selama 3 malam. Maka, mulailah saya mencari-cari penerbangan yang jadwalnya cocok satu sama lain.
Karena pertimbangan efisiensi waktu, saya memutuskan gunakan JetStar Air (divisi LCC dari Qantas Airline Australia) untuk rute Osaka – Kuala Lumpur, lalu lanjut menggunakan AirAsia untuk rute Kuala Lumpur – Padang. Maka, sayapun membeli tiket online pergi-pulang untuk kedua rute tersebut.
Tiga jam sebelum jadwal keberangkatan, saya sudah berada di Bandara Internasional Kansai, di Osaka. Jadi saya bisa sangat santai untuk check-in. Setelah antri sekitar 20-an menit, tibalah giliran saya. Disini masalah dimulai.
Petugas counter check-in JetStar menemukan bahwa masa berlaku passpor saya masih 5 bulan dan 3 minggu lagi. Hari ini tanggal 11 Nopember 2013, dan passpor saya expired tanggal 4 Mei 2014. Tentu saja ini mengagetkan, sebab dalam imajinasi saya, passpor saya expired “tahun depan”. Ya, tahun depan itu tidak lagi cukup 6 bulan. Sementara, syarat untuk masuk ke wilayah Malaysia adalah: “usia masa berlaku passpor harus masih ada minimal 6 bulan pada saat tiba”.
Saya tahu aturan ini, dimana kebanyakan negara memang mengatur syarat masuk ke negara tersebut bagi warga asing haruslah memiliki masa berlaku passpor yang masih minimal 6 bulan. Kalau di Indonesia, kita mungkin bisa mendebat “5 bulan 3 minggu” masih masuk kategori 6 bulan (dengan argumentasi pembulatan ke atas…hehehe). Tetapi, saya juga sadar bahwa ini adalah Jepang, dimana segala hal yang berkaitan dengan aturan sangat ketat dan sangat “by the book”. Petugas ini tidak membolehkan saya untuk check-in. Tapi, ini kebiasaan buruk orang Indonesia yang sulit hilang meski sudah hampir 3 tahun tinggal di Jepang, saya masih coba mencari cara agar bisa naik pesawat.
Saya katakan, “pada saat membeli tiket via online, ada form untuk mengisi masa berlaku passpor. Mengapa ketika saya input itu, sistem Anda tidak menolak? Artinya, sistem Anda tahu bahwa masa berlaku passpor saya tidak cukup lagi 6 bulan tetapi Anda tetap menjual tiket yang “non-refundable” ini kepada saya.”
Petugas ini tidak bisa menjawab, maka ia memanggil seseorang yang nampaknya lebih tinggi posisinya di maskapai ini. Lelaki ini menjelaskan bahwa salah satu Term of Service dari layanan online JetStar adalah “kelengkapan dokumen perjalanan menjadi tanggung jawab konsumen, JetStar tidak akan mengijinkan konsumen untuk naik pesawat jika dokumen-dokumen perjalanan tidak memenuhi syarat”. Tentu saja, saya tidak sempat membaca Term of Service seperti itu (oh ya, berapa persen ya, orang-orang yang membaca Term of Service layanan jasa online? Hehehe…)
Saya ngotot bahwa JetStar tidak bisa lepas tangan begitu saja, menjual tiket kepada siapa saja, lalu tidak bertanggung jawab soal kelengkapan dokumen-dokumen. Harusnya, menurut saya, JetStar tidak boleh menjual tiket kepada calon penumpang yang dokumen perjalanannya tidak memenuhi syarat. Dengan teguh, lelaki ini berkata: “Very sorry Sir, our company regulation has provided the information. We could not take responsibility if you did not read the rules“. Busyet…!
Maka, saya menelepon ke Atase Pendidikan KBRI Tokyo. Beliau menyarankan saya segera menelepon KJRI Osaka, yang memang hanya berjarak sekitar 1 jam dari Bandara Kansai. Setelah berbicara sebentar, staf KJRI Osaka mengatakan “ya, kalau aturannya seperti itu satu-satunya cara adalah Bapak ke KJRI agar passpor diperpanjang. Kami akan coa bantu agar bisa diproses secepat mungkin”. Tetapi, waktu adalah kendala utama, butuh sekitar 2 sampai 2,5 jam untuk perjalanan KJRI – Kansai. Saya bertanya kepada lelaki petugas JetStar ini dapatkah saya memperoleh dispensasi untuk late check-in. Dengan tegas dia berkata: “Maaf pak, menurut aturan check-in tutup pukul 16.10. Kami tidak bisa memberi dispensasi apapun”. Saya lihat jam, 15.00.
Akhirnya, sayapun berlalu dari counter check-in sambil berpikir, kira-kira cara apa yang bisa ditempuh agar bisa check-in.
Tiba-tiba saya ingat, aturan masa berlaku passpor minimal 6 bulan itu “tidak berlaku jika saya masuk ke negara sendiri, ke tanah air saya”. Tujuan saya adalah Padang. Perjalanan dengan JetStar ini hanya sampai Kuala Lumpur untuk transit, lalu 4 jam kemudian saya akan lanjut ke Padang. Tiket sudah saya pegang. Seharusnya, saya tidak boleh dikenakan aturan usia passpor minimal 6 bulan untuk masuk Malaysia, sebab saya pada dasarnya hanya transit saja. Begitu pikiran saya.
Saya kembali lagi ke counter check-in tadi dan memberitahukan bahwa tujuan saya adalah ke Indonesia, hanya transit di Kuala Lumpur. Lalu, saya tunjukkan tiket AirAsia saya untuk perjalanan Kuala Lumpur – Padang. Nah, petugas ini membawa kedua tiket saya beserta passpor saya untuk ditunjukkan ke seseorang di ruangan lain. Saya perhatikan dari jauh, mereka berbicara, menunjuk-nunjuk sesuatu di tiket. Hm, apakah ada titik cerah?
Lalu petugas ini kembali kepada saya dan berkata: “Maaf, pak. Pada saat di Kuala Lumpur, Bapak akan berganti terminal. JetStar menggunakan terminal utama Kuala Lumpur International Airport (KLIA), sementara AirAsia berada di LCCT (Low Cost Carrier Terminal) yang jaraknya cukup jauh. Artinya, Bapak harus melalui imigrasi clearance di KLIA, lalu melalui lagi imigrasi clearance di LCC. Menurut aturan, itu tidak boleh. Bapak hanya diperbolehkan transit jika tidak melewati imigrasi clearance”.
Kali ini saya ngotot. Saya berkata ke petugas itu: “Saya menggunakan passpor dinas (service passport). Kalau perlu, saya akan meminta petugas imigrasi di KLIA untuk “mendeportasi” saya ke LCCT. Artinya, saya akan dikawal agar tidak kabur masuk ke wilayah Malaysia”.
Dasar petugas “by the book”, dia tetap ngotot tidak boleh. Aturan mengatakan tidak boleh. Dia lalu meneliti lagi lembar aturan yang ada ditangannya, dan berkata: “Sorry Sir, there is no distinction between regular and service passport”. Pokoknya, aturan mengatakan seperti itu dan titik.
Capek berdebat (dan juga agak malu-malu kalau mau terus ngotot, soalnya saya membawa-bawa nama Indonesia. Apalagi passpor saya adalah passpor dinas), akhirnya saya mengalah. Dengan lunglai saya meninggalkan counter check-in yang akan tutup sekitar 10 menit lagi.
Saya melangkah menuju salah satu coffee shop di pojok Bandara Kansai. Sambil minum kopi, saya tiba-tiba menyadari bahwa saya baru saja kehilangan duit sekitar JPY 70.000 (lebih Rp. 7 juta-an) hanya karena kesalahan kecil yang saya lakukan: “tidak memeriksa dengan teliti usia passpor”. Setidaknya, ini menjadi pengalaman berharga, dan saya tahu harganya berapa…. (*)