Apakah Anda pengguna laptop? Sebagian besar professional, manager, aktivis, jurnalis hingga mahasiswa dan orang biasa kini akrab bahkan memiliki perangkat ini. Laptop atau variasi-variasinya seperti notebook, atau netbook adalah perangkat yang memiliki fungsi nyaris sama seperti personal computer Desktop, tetapi berukuran jauh lebih kecil. Kini bahkan kita dapat menjumpai variasi laptop dalam bentuk sangat kecil hingga seukuran saku. Bahkan, jika kita cermati, perangkat-perangkat pendukung mobilitas berkomunikasi dan berkomputer seperti smartphone atau tablet PC sedikit banyak terinspirasi dari laptop.
Di pasaran kini tersedia begitu banyak pilihan laptop atau notebook, baik yang diproduksi oleh merk-merk terkenal maupun pemain-pemain baru. Tetapi, tahukah kita asal muasal laptop itu diproduksi?
Selasa 26 Nopember 2013, saya berkesempatan jumpa dengan Atsutoshi Nishida, lelaki berusia 70 tahun yang masih sangat energik, tipikal orang-orang produktif Jepang yang tetap gesit bahkan hingga diusia tua. Mungkin ia tidak terlalu dikenal dalam bidang non IT. Tetapi dalam dunia industri elektronik, ia orang penting. Jabatannya saat ini adalah: Direktur Dewan Pimpinan Toshiba Corporation (pokoknya, di manajemen Toshiba Corporation, dia inilah orang dengan jabatan tertinggi). Ia hadir di kampus kami memberi kuliah umum yang sangat ekslusif, hanya diikuti oleh sekitar 50-an partisipan.
Selama 1,5 jam, Nishida San membagi inspirasi tentang tantangan berkarir di era globalisasi, baik bagi individu-individu maupun bagi korporasi. Kata kuncinya adalah inovasi. Ya, kita mungkin sering mendengar bagaimana inovasi menjadi faktor utama keberlanjutan setiap gagasan di kancah global.
Namun, dari sekian banyak kisahnya, saya paling terkesan dengan fakta bahwa Atsutoshi Nishida adalah salah seorang tokoh dibalik peluncuran komputer laptop pertama di dunia. Ia bercerita sekilas (benar-benar hanya sekilas, sebagai bumbu dari seluruh ceramahnya hari itu) tentang laptop produksi massal pertama di dunia, Toshiba tipe T1100. Nishida San adalah staf Divisi Personal Computer Toshiba pada tahun 1985, itulah tahun dimana Laptop T1100 dilemparkan ke pasar. Belakangan, pada 1995 Nishida San dipercaya menjabat General Manager Personal Computer Division.
Ketika Toshiba T1100 ditawarkan ke pasar, para kompetitor elektronik tertawa. Sebagian besar menganggap langkah Toshiba adalah “tindakan bisnis masa depan yang dilakukan hari ini”. Dari sisi kalkulasi pasar, sebuah komputer jinjing belumlah menjadi kebutuhan. Namun, ketika itu Toshiba menganggap bahwa era komputer jinjing hanya persoalan waktu saja. Ketika pintu itu terbuka, Toshiba ingin berada di pintu terdepan dan telah siap memasuki pasar itu. Hal itu memberi peluang bagi untuk terus berinovasi, pada saat kompetitor baru mau beradaptasi.
Betul saja. Puluhan tahun setelah itu, ketika pasar laptop makin terbuka, Toshiba mencatatkan record sebagai “World’s First bla…bla…” untuk banyak inovasi komputer jinjing. Setelah “World’s First Industry Standard Notebook PC” pada 1985 itu, berturut-turut Toshiba mengantongi:
“The World’s First Notebook PC with on Intel(c)286 Processors” untuk Toshiba T3100 pada 1986.
“The World’s First Notebook PC with on Internal Hard Disk Drive” untuk Toshiba T3100E pada 1988.
“The World’s First Notebook PC with on Active Matrix Screen” untuk Toshiba T4400 pada 1991.
“The World’s First Notebook PC with on Intel(c) Pentium Processor” untuk Tecra CS/CDT pada 1994.
“The World’s First Notebook PC with on Lithium-Ion Battery” untuk Tecra T6600C pada 1995.
“The World’s First Palm PC with Full Windows 95” untuk Toshiba Libretto 50 pada 1997.
“The World’s First Wireless Laptop” untuk Toshiba Portege 4000 pada 2001.
“The World’s First Notebook with a 17″ Widesreen Display” untuk Toshiba Satelite P25 Series pada 2003.
“The World’s First RoHS-Compliant Notebook PC” untuk Toshiba Tecra S3 pada 2005.
“The World’s Thinnest Widescreen 12,1″ Notebook PC with 7 mm Super-multi DVD Drive” untuk Toshiba Portege R500 pada 2007.
“The World’s First Notebook PC with Quad-core Cell-based Processor” untuk Toshiba Qosmio G50 pada 2008.
“The World’s First Ultraportable with a 512 GB SSD” pada tahun 2009.
“The World’s First Dal 7″ Touch Screens” untuk Libretto W100 pada 2010.
“The World’s First Notebook with Harman Kardon Speakers” untuk Toshiba NB 250 pada 2011.
Atsutoshi Nishida menekankan, salah satu isu kritikal dalam bidang inovasi adalah keberlanjutan. Untuk itu, inovasi itu tidak cukup hanya pada level produk saja, tetapi yang paling penting adalah pada aspek value. Itulah yang dilakukan Toshiba. Korporasi ini berani melakukan inovasi nilai, mengubah cara pandang masyarakat dunia tentang tradisi berkomputer dan berinteraksi dengan menawarkan sesuatu yang baru. Begitu nilai baru hasil inovasi ini diterima, Toshiba dapat leluasa melakukan inovasi produk yang orientasinya pastilah jangka pendek.
Laptop Toshiba T1100 yang diluncurkan pada 1985 itu berspesifikasi: RAM 256 KB (bandingkan dengan RAM masa kini yang bermain di angka juta-an KB), media penyimpan ketika itu hanya floppy drive 3.5″ berkapasitas 720 KB dan floppy drive 5.2″ berkapasitas 360 KB (bandingkan dengan media-media penyimpan sekarang yang bermain di angka 500 jutaan KB), dan tentu saja masih layar monochrom serta OS Disk Operating System versi 2.11 (pasti banyak penggila komputer sekarang ini yang tidak paham lagi OS apa ini). Saya membayangkan jika dibandingkan dengan teknologi laptop sekarang ini, alangkah primitif-nya T1100 itu. Tetapi, siapa sangka bahwa benda primitif itu hanya berusia tidak lebih 28 tahun lalu dari masa kini.
Begitu cepat teknologi elektronik dan komputasi berkembang, dan begitu massif inovasi yang terjadi hari ini. Tentu saja, Toshiba bukanlah penemu pertama. Namun, langkah besar Toshiba pada 1985 sedikit banyak mendorong terjadinya kompetisi. Dan kompetisi inilah yang menjadi energi bagi terjadinya inovasi berkelanjutan.
Sungguh, hari ini adalah pengalaman baru yang luar biasa. Kita mungkin bisa membaca kisah-kisah inspiratif dari tokoh-tokoh dengan pikiran besar seperti Atsutoshi Nishida. Akan tetapi bertemu langsung, berbicara, dan mendengarkan langsung tuturan kisahnya meninggalkan kesan yang jauh lebih dalam lagi. (*)