Inilah wacana yang telah berkembang sejak dekade 1960-an. Ketika pendekatan pembangunan internasional yang dibangun dengan basis kapitalisme oleh negara-negara maju telah diadopsi oleh begitu banyak negara didunia, kemajuan dan kesejahteraan ternyata tidak merata terjadi dimana-mana. Ada negara yang berhasil mensinergikan berbagai potensi (domestik dan internasional) yang dimiliki untuk kemudian menuai kemakmuran. Namun, lebih banyak lagi negara yang terjebak dalam lingkaran kemiskinan dan keterbelakangan yang menjadikan mereka tidak dapat keluar dari label “negara berkembang”.
Pertanyaan besar yang diajukan oleh ahli-ahli ekonomi politik dan pembangunan dunia adalah: mungkinkah negara-negara berkembang ini (yang sudah begitu dalam terjebak dalam lingkaran setan inefisiensi, korupsi, produktifitas rendah, dan sebagainya) dapat keluar dari jebakan dan label “berkembang”?
Tentu saja tidak mudah mengurai jawaban atas pertanyaan ini. Bahkan, sebagian kalangan yang pesimistik menganggap bahwa ini adalah pertanyaan retoris, yang hanya layak diajukan pada pidato-pidato untuk membangkitkan semangat solidaritas. (to continued)