Kabupaten Konservasi Tambrauw: Penjaga Alam Kita

Kabupaten Konservasi Tambrauw: Penjaga Alam Kita

Kabupaten Tambrauw di Provinsi Papua Barat Daya memiliki keunikan yang tak banyak dimiliki daerah lain di Indonesia. Pada 2018, pemerintah kabupaten ini mendeklarasikan diri sebagai kabupaten konservasi, sebuah komitmen untuk menjadikan pelestarian alam sebagai fondasi utama pembangunan.

Deklarasi ini bukan sekadar simbol politik. Ini adalah langkah berani di tengah arus pembangunan yang kerap eksploitatif, sumber daya alam sebagai motor ekonomi disuruh kerja berlebihan. Tambrauw mencoba jalan berbeda: membangun tanpa merusak, menyejahterakan tanpa mengorbankan keanekaragaman hayati.

Alam Tambrauw dan Spirit Konservasi

Tambrauw membentang dari pesisir Pasifik hingga pegunungan tengah Papua Barat, mencakup hutan primer yang luas, sungai besar, dan habitat bagi spesies endemik seperti cendrawasih, kanguru pohon, penyu belimbimg, dan kasuari. Wilayah ini juga termasuk dalam Key Biodiversity Areas (KBA) dunia, kawasan penting yang menopang keanekaragaman hayati global.

Dengan tutupan hutan yang masih utuh, Tambrauw berperan penting dalam menjaga keseimbangan iklim dan sumber air bagi komunitas adat. Model pembangunan berbasis konservasi ini menunjukkan bahwa nilai ekologis dan ekonomi tidak harus saling meniadakan.

Tantangan di Lapangan

Namun, mewujudkan prinsip konservasi di tingkat lokal tidaklah sederhana.

Pertama, tantangan keseimbangan antara konservasi dan kebutuhan ekonomi masyarakat. Mayoritas penduduk Tambrauw menggantungkan hidup pada pertanian tradisional, perikanan, dan hasil hutan bukan kayu. Pembatasan terhadap aktivitas ekonomi tanpa menyediakan alternatif penghidupan berpotensi memunculkan ketegangan sosial atau praktik ilegal seperti penebangan liar.

Kedua, kapasitas kelembagaan dan pengawasan. Dengan wilayah yang luas dan akses yang sulit, pengawasan konservasi membutuhkan sumber daya manusia, teknologi, dan koordinasi antarlembaga yang solid.

Ketiga, pendanaan berkelanjutan. Konservasi bukan kegiatan sesaat. Ia memerlukan dukungan finansial jangka panjang untuk riset, pemberdayaan masyarakat, dan perlindungan kawasan. Tanpa skema pembiayaan inovatif (seperti dana karbon atau kerja sama internasional) program ini sulit bertahan.

Keempat, pengakuan terhadap masyarakat adat. Sebagian besar tanah di Tambrauw merupakan wilayah adat. Keberhasilan konservasi hanya mungkin terjadi bila masyarakat adat menjadi bagian dari pengambil keputusan, bukan sekadar objek kebijakan.

Peluang di Level Global

Meski menghadapi tantangan, status kabupaten konservasi membuka banyak peluang kerja sama internasional.

Tambrauw dapat bermitra dengan lembaga konservasi dunia seperti World Wide Fund for Nature (WWF) dan Fauna & Flora International untuk riset biodiversitas, pelatihan pengelolaan kawasan, dan penguatan kapasitas pemerintah lokal.

Selain itu, hutan Tambrauw memiliki potensi besar dalam skema pembiayaan iklim global seperti Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation (REDD+). Melalui mekanisme ini, masyarakat dapat memperoleh kompensasi finansial karena menjaga hutan dan menyerap karbon.

Sektor lain yang menjanjikan adalah ekowisata berbasis masyarakat. Lanskap alam Tambrauw yang menakjubkan, dari pantai berpasir putih hingga hutan tropis pegunungan, dapat dikembangkan menjadi destinasi wisata berkelanjutan. Bila dikelola dengan baik, sektor ini menjadi sumber ekonomi baru tanpa merusak alam.

Belajar dari Dunia

Langkah Tambrauw sejalan dengan tren global. Costa Rica di Amerika Tengah adalah contoh sukses bagaimana konservasi bisa menjadi motor ekonomi. Negara ini mengembangkan kebijakan Payment for Environmental Services (PES) yang memberi insentif bagi warga yang menjaga hutan. Hasilnya, tutupan hutan meningkat dari 25 persen menjadi lebih dari 50 persen dalam tiga dekade.

Bhutan di Himalaya juga menempatkan konservasi dalam konstitusinya, dimana minimal 60 persen wilayah harus tetap berhutan. Negara ini mengganti ukuran kemajuan dari Produk Domestik Bruto (PDB) menjadi Gross National Happiness, yang menilai kesejahteraan manusia sekaligus kelestarian alam.

Kedua contoh itu membuktikan bahwa konservasi bukan penghambat pembangunan, melainkan jalan menuju masa depan yang berkelanjutan.

Menjaga Alam, Membangun Masa Depan

Tambrauw kini berada di persimpangan sejarah. Apakah konservasi hanya akan menjadi label kebijakan, atau menjadi paradigma pembangunan yang nyata?

Jawabannya bergantung pada kemampuan semua pihak (pemerintah daerah, masyarakat adat, akademisi, dunia usaha, dan mitra internasional) untuk bekerja bersama dalam sistem ekonomi hijau yang inklusif.

Jika berhasil, Tambrauw bisa menjadi teladan bagi Indonesia, bahkan dunia: bahwa pembangunan yang menghormati alam bukan utopia, melainkan pilihan yang rasional dan berkeadilan.

Menjaga Tambrauw berarti menjaga masa depan bumi.(*)

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *