Saya berbicara dengan seorang Ibu di Palembang yang pernah ke Makassar beberapa waktu lalu. Beliau adalah dekan salah satu fakultas di Universitas Sriwijaya. Beliau menyatakan keheranan dengan berita media, khususnya TV nasional, tentang Makassar yang menyeramkan.
“Beberapa waktu lalu, saya berjalan di kawasan Jalan Somba Opu. Saya takjub dengan begitu banyaknya toko-toko yang menjual emas dan perhiasan di etalasi kaca, dan tokonya terbuka lebar,” kata ibu itu.
Menurutnya, di Palembang ini tidak ada lagi toko emas yang terbuka. Pedagang emas selalu was-was dirampok, sebab itu sering terjadi. Mereka sangat hati-hati menaruh emas dan perhiasan di pajangan. Tidak ada yang leluasa seperti di Jalan Somba Opu Makassar.
“Seingat saya, tidak pernah saya dengar ada toko emas di sekitar Somba Opu yang dijarah perampok,” kata saya. Mungkin pernah ada perampokan itu, tapi begitu jarangnya sampai-sampai tidak menjadi heboh dan membuat takut orang-orang berdagang emas dan perhiasan.
Saya menjelaskan kepada Ibu dekan itu, sebagian besar persepsi orang Indonesia tentang Makassar memang dibentuk oleh TV dan reproduksi kekerasan melalui media. Apa yang menjadi berita hanyalah kekerasan, baik di kampus, di jalan-jalan, atau di gedung pengadilan. Sementara ada lebih banyak berita baik tentang Makassar tidak cukup direproduksi.
Walikota Makassar pernah bilang dalam suatu ceramahnya, untuk mengenal Makassar, datanglah ke Makassar. Hanya dengan cara itulah Anda akan mengenal Makassar yang sebenarnya, yaitu Makassar yang mulai macet, Makassar yang gagal meraih bahkan piagam Adipura, Makassar yang kalau musim hujan selalu ada genangan di mana-mana. Dengan kata lain, Makassar yang menuju kota dunia. (*)
hhahaahahahahahaha…iya ya…!!!
betul betul betul
jadi klo mau tentang makassar,langsung aja datang ke sini 🙂
karna tidak semua yang di beritakan media itu benar