Studi Hubungan Internasional (SHI) adalah kajian yang kompleks. Di lihat dari struktur terbentuknya disiplin ilmu ini, banyak teori dan konsep yang berasal dari disiplin ilmu mapan lainnya yang diadopsi menjadi bagian teori dan konsep ini. Bahkan, sebagian ahli menganggap hingga kini kita sulit untuk mengidentifikasi adanya teori yang murni sebagai teori hubungan internasional. Kompleksitas inilah yang mendorong penstudi hubungan internasional seringkali mengalami kesulitan ketika merancang rencana penelitian.
Persoalan pertama yang dihadapi adalah mengenali ruang lingkup atau obyek kajian disiplin ilmu hubungan internasional. Bagaimana kita mengidentifikasi suatu obyek agar dapat diamati dengan menggunakan teori-teori yang relevan dalam disiplin ilmu hubungan internasional? Secara sederhana, kita mungkin menganggap bahwa segala hal yang “bersifat internasional” atau “luar negeri” adalah obyek kajian disiplin ini. Tetapi, coba perhatikan beberapa contoh berikut ini:
Jika membaca topik: “Kebijakan Luar Negeri China Terhadap Jepang“, nampak bahwa ini merupakan sesuatu yang internasional atau luar negeri. Tetapi, bukankah tema lebih ini lebih merupakan topik ilmu politik dibandingkan topik ilmu hubungan internasional?
Atau coba amati topik ini: “Dampak Strategi Pembangunan India era Indira Gandhi Terhadap Kemajuan Ekonomi India“. Apakah ini merupakan obyek kajian ilmu hubungan internasional ataukah kajian ilmu ekonomi, atau studi pembangunan?
Begitu juga dengan contoh topik ini: “Peranan Sepak Bola Dalam Politik Italia”. Lagi-lagi, ini nampaknya lebih terkesan sebagai kajian ilmu politik dibandingkan kajian ilmu hubungan internasional.
Daftar “pertanyaan” ini bisa sangat panjang dan kompleks. Topik-topik ini juga layak kita perdebatkan: “Peranan Media Massa Dalam Gerakan Revolusi Mesir” (Ilmu Komunikasi?); “Pengaruh Budaya Populer Terhadap Nasionalisme Indonesia” (Sosiologi?); “Pengaruh Green Peace Terhadap Gerakan Perlindungan Lingkungan Hidup di Kalimantan” (Ekologi, atau Ilmu Politik?), dan lain-lain.
Tahap Awal Melakukan Penelitian
Memahami Ruang Lingkup Disiplin Ilmu HI
Agar tidak terjebak dalam debat ontologis seperti itu, maka tahap awal yang perlu dipahami oleh seorang penstudi hubungan internasional yang hendak melakukan penelitian atau kajian akademik adalah memahami ruang lingkup dari disiplin ilmu ini. Seharusnya, pembahasan tentang hal ini telah rampung selama seorang mahasiswa belajar. Namun seringkali hal “sepele” ini diabaikan, dan penstudi HI kemudian terperangkap pada lingkaran yang membingungkan.
Setiap fenomena sosial umumnya dipengaruhi oleh banyak faktor. Asumsi seperti ini dapat dijadikan langkah awal untuk mengenali topik atau tema apa sajakah yang dapat dianggap sebagai wilayah suatu disiplin ilmu.
Kita mengambil contoh fenomena atau fakta “kekerasan sosial“. Fenomena ini dapat kita analisa dengan menggunakan asumsi-asumsi atau teori-teori yang ada dalam sosiologi, ilmu politik, ilmu ekonomi, ilmu komunikasi, ilmu hukum, ilmu hubungan internasional, dan lain-lain. Tentu saja, masing teori itu memiliki karakteristik yang unik dan seringkali dapat bertentangan. Perdebatan antarpenganut teori yang berbeda itulah yang kelak akan melahirkan “grand theory” tentang kekerasan sosial, yang mencakup seluruh sudut pandang.
Mengenali Tingkat-Tingkat Analisa
Tahap selanjutnya yang dibutuhkan adalah dengan mencermati atau mengenali tingkat analisa yang digunakan dalam menggambarkan, menjelaskan, atau memprediksikan suatu fenomena. Tingkat analisa adalah unit atau obyek yang akan diteliti dalam kaitannya dengan variabel lain. Dalam disiplin ilmu hubungan internasional, tingkat analisa diperlukan untuk menyederhanakan obyek dan masalah penelitian.
Menurut Mohtar Mas’oed (1994), ada beberapa alasan mengapa penentuan tingkat analisa penting. Pertama, satu peristiwa dapat saja memiliki lebih dari satu faktor penyebab. Kedua, tingkat analisa dapat membantu memilah-milah faktor yang akan menjadi fokus utama dalam analisa masalah. Ketiga, meminimalisir kemungkinan terjadinya kesalahan metodologis (fallacy of composition, atau ecological fallacy).
Menurut Mohtar Mas’oed (1994), ilmuwan hubungan internasional tidak memiliki kesepakatan tentang jumlah tingkat analisa. Kenneth Waltz membaginya menjadi tiga, yaitu individu, negara dan sistem internasional. John Spanier membaginya dalam tingkat sistem, tingkat negara-bangsa dan tingkat pembuat keputusan (individu).
Stephen Andriole (seperti dikutip dalam Mas’oed, 1994) menawarkan lima tingkat analisa, yaitu individu, kelompok individu, negara-bangsa, antar negara atau multi-negara dan sistem internasional.Pembagian yang sama juga dilakukan oleh Patrick Morgan.
Pandangan terbaru mengenai tingkat-tingkat analisa dikemukakan oleh Joshua S. Goldstein (2004), yang membagi tingkat analisa dalam empat bagian, yaitu: tingkat individu, tingkat domestik, tingkat antar negara dan tingkat global.
Di tingkat individu fokusnya adalah persepsi, pilihan dan tindakan yang diambil oleh seorang individu. Batasan individu disini tentu saja perlu memperoleh klarifikasi, dimana pada satu sisi individu per seorangan mungkin saja masuk dalam kategori ini jika ia adalah pengambil keputusan yang berdampak luas. Sementara individu umumnya secara kolektif dapat juga ditempatkan pada kategori ini.
Sementara di tingkat domestik, fokusnya adalah pengaruh sekelompok orang di dalam negara terhadap tindakan atau keputusan yang diambil negara. Kelompok-kelompok itu adalah organisasi politik, kelompok kepentingan dan/atau lembaga-lembaga negara (government agencies). Goldstein juga memasukan, konflik etnis, tipe sistem politik, military-industrial complex (MIC), isu gender, sektor ekonomi dan industri, dan opini publik ke dalam tingkat domestik. Pointnya adalah segala hal yang berada pada level domestik namun memiliki keterkaitan dengan pengambilan kebijakan negara.
Di tingkat antar-negara atau tingkat sistem, perhatian diberikan pada pengaruh yang diberikan oleh sistem internasional terhadap aktor-aktor hubungan internasional. Dengan demikian fokusnya adalah interaksi antar negara itu sendiri. Salah satunya adalah memberikan perhatian pada posisi kekuatan/kemampuan (power) relatif negara-negara di dalam sistem internasional. Contoh yang diberikan Goldstein adalah balance of power, aliansi, perjanjian dan kesepakatan, dan lain-lain.
Di tingkat global, perhatian diberikan pada trend global dan tekanan-tekanan yang mendorong terjadinya perubahan-perubahan di dalam interaksi antar negara. Misalnya adalah, perubahan teknologi, revolusi informasi, imperialisme barat, kesenjangan global, hak asasi manusia, demokrasi, lingkungan hidup, dan banyak lagi isu global lainnya.
Dengan memahami ruang lingkup dan tingkat analisa dalam studi hubungan internasional, maka dapatlah seorang penstudi hubungan internasional mulai melangkah ke tahapan “menentukan topik penelitian atau analisa” dan “mengidentifikasi masalah”. Kedua paparan ini akan dijelaskan pada bagian selanjutnya. (bersambung)